Beintehaa 2, Another Love Story Of Zain & Aliya (Chapter 7)

Beintehaa 2, Another Love Story Of Zain & Aliya (Chapter 7)


image

Cover Created By. Uyul AKA Zaya_hanna

Judul   : Another Love Story Of ZaYa
Author : Chairunnisa
Genre   : Drama, Romance, Comedy n Family
Casts    :
♡ Harshad Arora as Zain
     Abdullah
♡ Preetika Rao as Aliya
     Zain Abdullah
♡ Karan Tacker as Himself
♡ Tridha Chaudhury as
      Herself
♡ All Beintehaa Casts

Located :
       Mumbai, India
       Seoul & Nami Island South Korea

Chapter Numb : 10 Chapters

BI 2 Chapter 7

Police Office,
Gwanghamun Sector
6.30 PM

“Sungguh Pak, kami hanyalah turis yang tidak tau apa-apa, wajahnya memang tampak seperti kriminal, tapi dia hanya orang bodoh yang bahkan tidak tau caranya berbuat kriminal,” Aliya berusaha keras menjelaskan dengan bahasa yang mungkin paling bisa dimengerti oleh para petugas kepolisian yang menggiring mereka dengan paksa itu.

“Pak, ini pasti terjadi kesalahpahaman, coba lihat baik-baik wajahku, mana ada kriminal yang setampan Shahrukh Khan begini? Bapak kenal Shahrukh Khan? Dia itu pamanku Pak, duta besar India disini saja mengenalku dengan baik, jadi jangan sampai hubungan kedua negara kita renggang gara-gara masalah ini, kalau mau menawan, tawan saja gadis ini Pak, pemerintah negara kami dan siapapun tak akan ada yang merasa kehilangan jika kehilangan warga negara tak berguna seperti dia,” Zain melirik Aliya sinis.
“Apa kau bilang?! Dari tadi aku membelamu, kenapa kau malah menjatuhkan aku?!” Protes Aliya
“Apanya yang membela? justru kita menghadapi masalah pelik ini gara-gara kau!!” Balas Zain
“Kenapa jadi gara-gara aku?! kau lah yang mengintiliku terus!! Pak, tangkap saja orang ini, dia memang kriminal seperti tampangnya,” Aliya membalas dengan mengucapkan yang sebaliknya dari keterangan yang sebelumnya.

Keduanya terus saja menyerocos, mencoba membela diri, saling berdebat dan menjatuhkan seakan tak sadar bahwa semua perdebatan dan ocehan itu tidaklah berguna karena para petugas itu tak ada satupun yang mengerti apa yang mereka ucapkan

Para petugas itu hanya melongo bingung mendengarkan ucapan alien dua orang asing itu setelah dibuat kebingungan dengan pertanyaan yang mereka ajukan yang selalu dijawab dengan bahasa Inggris yang sama sekali tidak sesuai dengan pertanyaan.

Yaa… resiko terbesar mengunjungi negara di kawasan Asia Timur yang dikenal mempunyai jiwa nasionalisme yang sangat tinggi adalah, akan sangat sulit menemukan masyarakat yang mengerti apalagi bisa berbahasa asing.

“Kali ini kira-kira apa yang mereka bicarakan?? Apakah gadis itu sedang memarahi pria itu?”
Salah satu petugas bermarga Park, bertanya dengan berbisik kepada salah satu pemuda pelapor yang dianggap saksi kejahatan Zain.

“Entahlah… Sepertinya begitu, tapi kenapa gadis itu tidak tampak ketakutan ya?” Pemuda itu jadi ragu sendiri.
“Yyak, Berandal! awas saja kau memberikan laporan palsu dengan menyergap orang gila yang seharusnya bukan tugas kami, kalian akan mendapatkan hukuman berat,” Kedua pemuda itu tampak mulai panik, mereka mulai takut melakukan kekeliruan dan mendapatkan hukuman seperti ancaman Pak polisi.

Polisi Park tiba-tiba menggebrak meja, dan membuat diam Zain dan Aliya, ia mulai tidak tahan dengan situasi aneh yang baru sekali ini ia hadapi.

“Eodi… Aissh!! Aku bahkan tidak bisa menanyakannya walau itu hanya negara asal mereka! kapan Kim Seongsaeng-nim akan datang? Dua orang asing ini benar-benar membuatku gila!!” Petugas itu tampak mulai frustasi, ia butuh pimpinan mereka, salah satu dari jarangnya orang yang bisa berbahasa Inggris di antara mereka. Tuan Kim benar-benar dibutuhkan untuk menjadi translator untuk dua orang asing aneh itu.

****
“Sekarang katakan yang sejujurnya Nona, apa yang terjadi? Apa dia benar-benar suami anda, atau dia adalah orang asing yang coba-coba macam-macam dengan anda?” Kini Kepala petugas, Tuan Kim sudah datang dan memberondongi pertnyaan kepada pihak saksi yakni dua pria pelapor, pihak tersangka yang tak lain adalah Zain Abdullah dan kini giliran pihak korban yang dimintai keterangan, Aliya.

“Sebenarnya aku…” Aliya berlagak seolah-olah ia tak bisa mengatakan kebenarannya karena takut, hal itu tampak jelas dari ekspressi takut-takutnya yang dibuat-buat.

“Jangan takut Nona, katakan saja, kami akan melindungi dan memulangkanmu dengan aman ke negaramu,” Petugas itu mulai memperlakukan Aliya layaknya gadis yang berada dalam situasi darurat dan tidak aman dari ancaman teroris yang butuh untuk dikawal.

“I- iyaa… tentu saja dia benar-benar istriku, kami ini baru saja menikah dan menikmati bulan madu kami di sini, hehe… iya kan sayang?” Zain mencubit gemas dagu Aliya, membuat gadis itu semakin risih.

“Jangan coba-coba mengerjaiku lagi kali ini, akui saja hubungan kita. Kalau tidak kita akan menginap di sini malam ini, mengerti,” Bisik Zain
“Ck! Memangnya hubungan jenis apa yang kita punya?? perasaan tidak ada, lagi pula kalau ada yang akan menginap di sini malam ini, tidak lain hanya kau sendiri, ingat Tuan Zain Abdullah, disini kau adalah tersangka dan aku hanyalah korban,” balas Aliya, lalu dengen kepercayaan diri, ia bersiap untuk mengatakan sesuatu pada petugas itu.

Namun tiba-tiba Zain mengecup pipinya tanpa permisi, membuat kelima pria yang ada di ruangan itu terkejut atas kelancangan Zain, mereka bahkan belum terbukti benar-benar suami istri. Bahkan Aliya pun tak kalah terkejutnya dengan perlakuan semena-mena Zain. Ia melotot ke arah suaminya itu dengan tatapan berapi-api.

“Kalian lihat? Aku bahkan mencium istriku dan dia sama sekali tidak menamparku, dia pasti akan menamparku jika aku bukan suaminya, iya kan Honey?” Aliya tidak bisa menjawab apapun.

“Kau pikir dengan aksi lancangmu itu, kami polisi akan percaya begitu saja?? Bisa saja Nona Aliya sekarang sedang ketakutan karena di bawah ancamanmu, kalau begitu buktikan saja kalau kalian sudah menikah, bisa tunjukkan buku nikahnya?” Pinta Tuan Kim.
“Hahaha! Apakah anda bercanda? mana ada orang membawa buku nikah kemana-mana?” Zain masih saja berkelit.

Ketiga petugas dan dua pemuda pelapor itu terlihat berdiskusi sejenak, lalu Kim Seongsaeng-nim kembali mengajukan sebuah pertanyaan pamungkas.

“Kalau begitu, dimana cincin pernikahan kalian? Itu adalah bukti yang paling mudah dan sederhana,”
“Cincin pernikahan?!” Zain dan Aliya berseru bersamaan, bagaimana mungkin mereka menunjukkan cincin pernikahan sedangkan mereka saja tidak punya??

****

Menjelang malam di musim dingin, suhu udara di Seoul semakin dingin, suhu udara  mencapai 4 derajad celcius meski pada siklus 4 hari hangat. Pukul 8 malam seluruh penjuru Seoul masih sangat ramai, kedai-kedai di pinggir jalan yang menjajakkan makanan dan minuman hangat menjadi tempat yang paling banyak dikunjungi.

Malam hari kemilau keindahan kota tampak menakjubkan dengan kerlap kerlip lampu yang menghiasi jalan-jalan dan pepohonan plum berpermadanikan putihnya salju. Meski begitu, jalanan tampak lengang dari hiruk pikuk kendaraan yang lewat, yaa.. penduduk Seoul memang lebih senang bepergian dengan berjalan kaki ketimbang menggunakan kendaraan terlebih lagi pada musim dingin.

Zain dan Aliya berjalan beriringan meyusuri pinggir jalan setelah ditraktir makan di sebuah cafe oleh Tuan Khana, salah seorang pegawai di kedutaan India yang Zain kenal. Mereka kini dalam perjalanan menuju hotel tempat mereka menginap.

“Ahh..Untung saja aku benar-benar mengenal salah satu orang kedutaan India di sini, kalau tidak kita sudah pasti menginap di balik jeruji,” omel Zain memulai perdebatan mereka.
“Kita?? Kau saja… yang mau ditangkap hanya kau sendiri,” sahut Aliya ketus.
“Aliya Ghulam Haider! Kau benar-benar tidak tau diri ya? Hari ini aku ditimpa banyak kesialan karenamu, dasar gadis pembawa sial! Pulang ke India nanti kau harus mandi di sungai Gangga untuk membuang kesialan bawaanmu itu!”
“Heuhh.. apa kau sedang membicarakan dirimu sendiri?!” Semprot Aliya lalu berniat untuk mempercepat langkahnya agar menjauh dari Zain yang sudah mulai menyebalkan, tapi Zain lagi-lagi menahannya.

Ekspresi wajah Zain berubah sinis kini. Ia lalu menggenggam kedua bahu Aliya.
“Apa kau sama sekali tidak merasa bahwa selama ini kau memang pembawa sial?! Haruskah aku memberitahumu?!” Zain kembali menatap Aliya dengan tatapannya garang.

Tapi Aliya berusaha menghindar, ia campakkan kedua tangan Zain yang membelenggunya dan tanpa mengucapkan apapun ia kembali meneruskan langkahnya, beranjak meninggalkan Zain, namun lagi-lagi Zain menghentikan langkahnya, kali ini bukan secara fisik namun melalui sebuah ucapan.

“Kesialan hari ini tak berarti apa-apa dibandingkan dengan kesialan yang sudah kau timbulkan sejak dulu padaku! pertama kau membuat Ayahku meninggalkanku, hingga aku kehilangan segalanya tak hanya kasih sayang dari ayah tapi juga ibu, sejak Ayah pergi Ibu tak pernah lagi memperhatikanku, dia hanya sibuk mencari uang dan uang, lalu kau buat aku melakukan sesuatu yang paling mustahil bagiku di dunia ini, yaitu menikahimu, dan yang lebih parah lagi kau yang membuat aku kehilangan Ayahku untuk selama-lamanya, kau adalah malaikat pembawa petaka bagiku, Aliya Ghulam Haider!” Mata Zain memerah memancarkan duka dan amarahnya.

Ia sebenarnya tak ingin lagi mengungkit luka itu, namun entah kenapa memori yang selalu segar dalam ingatannya terlintas begitu saja dan kembali menguak rasa kebencian yang bahkan sudah sempat memudar.

“Kau adalah kutukan bagiku,  kau tau itu?! Jadi bisakah kau enyah dari hidupku dan menghilangkan segala kesialanku?”

Mendengar ucapan menyakitkan Zain itu membuat Aliya membalikkan tubuhnya, dan kini mereka saling berdiri berhadapan. Zain dapat melihat air mata yang menggenang di mata indah Aliya yang kapan saja bisa meluap dan tumpah.

“Ya… kau benar Zain Abdullah, kau benar dalam segala hal. Aku… kehadiranku memang selalu menjadi sumber kemalanganmu, gara-gara aku hidupmu menderita, karena aku kau kehilangan segalanya, akulah orang satu-satu yang harus bertanggung-jawab atas hal-hal buruk yang terjadi padamu,” Aliya  berucap dengan suara yang bergetar lalu ia berhenti sesaat, dadanya terlalu sesak untuk melanjutkan kalimatnya, air matanya tak terbendung lagi dan mulai membanjiri pipinya. Zain hanya terus menatapnya dengan perasaan tak karuan.

“Kau.. kau berhak membenciku, kau boleh memakiku sepuasmu, kau berhak melakukan apa saja untuk membalaskan dendammu, kau juga bisa memerintahku semaumu, tapi tolong… tolong jangan minta aku meninggalkanmu, karena aku tidak akan pernah bisa melakukannya, Ayah yang sudah menyatukan kita, dan aku tidak bisa menghancurkan hubungan yang telah dibuat oleh Ayah, jadi aku.. aku tidak akan pernah meninggalkanmu sampai kapanpun!” Jerit Aliya terisak, sementara Zain hanya terus terpaku menatap wajah kuyup itu dengan perasaan tak menentu, ada sebuah rasa penyesalan telah membuat air mata itu tumpah menelusup lembut ke relung hatinya, perlahan tapi pasti hingga ia tak mampu menyadari itu.

Aliya kembali berbalik membelakangi Zain lalu berbelok arah untuk menyeberangi jalan, ia bermaksud untuk berjalan berjauhan dengan Zain, setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menuruti sedikit permintaan putra dari seseorang yang ia kasihi itu.

Namun sepersekian detik, waktu berjalan begitu cepat. Tiba-tiba di tengah perjalanannya menyeberangi jalan yang berupa turunan, tampak sebuah truk pengangkut sayuran melaju dari arah atas, pengemudi sepertinya hilang kendali karena jalanan yang licin akibat udara dingin, truk berukuran sedang itu terus tergelincir tak terkendali menuju ke arah bawah.

Aliya tak sempat berbuat apa-apa ketika suara klakson kendaraan itu memekik dengan nyaringnya, cahaya lampu truk yang hanya berjarak beberapa meter darinya menyilaukan matanya seakan truk benar-benar sudah tak bisa dihindari lagi, ia masih bisa mendengar suara seseorang memanggil-manggil namanya, hingga sesaat Aliya memejamkan matanya, ia pasrah akan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya…

Sejurus kemudian Aliya merasakan tubuhnya seperti melayang, seperti seseorang merengkuhnya dan membawanya terbang melayang di udara, lalu kemudian tubuhnya terasa terhampas ke bumi, dan menimpa sesuatu yang dingin dan empuk hingga ia tak merasakan kesakitan apapun.

Perlahan Aliya mulai membuka kelopak matanya, gadis itu menemukan wajah seseorang tepat di hadapan wajahnya.

🎵Muskurane Ki Wajah Tum Ho, is Playing🎶
Wajah Zain, yaa.. itu wajah Zain, Aliya mendapati dirinya terbaring di atas tumpukan salju di pinggir jalan, dan tubuh Zain kini berada di atas tubuhnya, menindihnya. Untuk sesaat Zain hanya terus menatap Aliya begitu pula sebaliknya. Perlahan, tanpa melepaskan pandangannya, Zain bangkit berdiri sambil meraih tubuh Aliya dengan menarik kedua bahu gadis itu, hingga mereka berdiri bersamaan.

Zain terus saja menatap Aliya dengan tatapan dalam dan berkaca-kaca, namun sesaat pandangan Aliya teralihkan. Ia lihat Salju putih tempat ia berbaring tadi kini diwarnai dengan tumpahan darah merah segar, dan ternyata darah itu berasal dari siku tangan kiri Zain, kini bagian lengan atas sebelah kiri blezer biru tuanya terdapat tanda merah seperti darah.

“Zain kau berdarah!” Aliya mendadak panik sambil meraih tangan kiri Zain, menyibak lengan blezernya dan melihat luka goresan akibat terserempet badan truk yang cukup parah.

“Apa yang kau lakukan barusan Hah?!” Bentak Zain tiba-tiba
“Maafkan aku, semua ini memang salahku…” Aliya tampak mulai menangis lagi, ia benar-benar merasa bersalah sekarang.

“Kenapa kau begitu ceroboh Aliya?! Kau pikir kau itu wonder woman?! Kau pikir kau punya sembilan nyawa?! Kau pikir kau tidak akan lagi menyusahkan orang lain jika kau mati?! HAH?! Bagaimana kalau tadi terjadi sesuatu padamu?! Atau Apakah kau memang sengaja membuatku khawatir?! Kau berharap aku akan menderita jika terjadi sesuatu padamu?! Jawab aku Aliya, Jawab!!” Cecar Zain meledak-ledak, ia menggoncang-goncang tubuh Aliya dengan mata berkaca-kaca.

“Maafkan aku Zain, aku…” Ucapan Aliya terhenti ketika tiba-tiba Zain merengkuhnya erat-erat, Zain memeluknya seakan sangat amat takut kehilangannya.

“Jangan pernah berbuat seperti ini lagi Aliya, jangan lakukan ini lagi padaku, kalau kau lakukan ini lagi, aku benar-benar akan mati!!” Zain mempererat pelukannya dan menenggelamkan wajahnya di bahu Aliya. Aliya serasa akan sesak napas karena pelukan erat itu, tapi itu tak jadi masalah baginya, karena sekarang ia benar-benar merasa lega juga terharu.

Kedua tangan Aliya yang tadinya diam di sisi tubuhnya kini bergerak melingkar di tubuh Zain, ia membalas pelukan itu dengan rasa haru yang membuncah hingga tak mampu berkata-kata.

~ the song end~

****
Sesampainya di hotel, Aliya langsung menelepon pihak pelayanan hotel untuk membawakan segala peralatan dan perlengkapan medis.

“Ayo lepaskan blezermu, aku akan mengobati lukamu,” kali ini Zain tak mengatakan apapun ketika Aliya meminta, tak ada bantahan angkuh dan gengsi seperti biasanya.

Ia bersedia mencopot blezernya dan Aliya membantunya, dengan cekatan Aliya memeloroti blezer bagian lengan Zain dengan sangat hati-hati agar tidak mengenai lukanya.

Aliya kini bertingkah seperti seorang ibu merawat anaknya, atau seorang perawat mengobati pasiennya. Aliya mendudukkan Zain di sofa, lalu mulai mengobati luka Zain.

🎵Suno Na Sange Marmer, is Playing🎶
Pertama-tama Aliya membersihkan luka Zain, ia memberikan antiseptic dan meniup-niupinya dengan mulutnya, lalu mulai membalutnya dengan perban. Sementara Aliya sibuk dengan kegiatan pengobatannya, Zain malah sibuk memandang wajah di hadapannya. Perasaan aneh itu kembali muncul, sebuah organ di dalam dadanya terasa berdesir, jantungnya mulai berdegup lebih cepat dan seperti tak beraturan, Zain tidak mengerti mengapa ia selalu merasakan perasaan aneh dan tak biasa itu setiap kali memandang Aliya.
~ the song end~

“Nah… sudah selesai!” Ujar Aliya setelah menempelkan plester di balutan luka Zain, sambil pandangannya mengarah ke wajah Zain membuat seketika pemuda itu buyar dan mulai bertingkah kikuk.
“Saat mandi usahakan jangan sampai terkena air agar lukamu cepat kering,” kata Aliya lagi, namun Zain malah memalingkan wajahnya.

“Kau masih marah padaku?” Tanya Aliya tampak sedih. Zain lagi-lagi tak menjawab, ia malah beranjak, dan terlihat mengambil sepasang bantal dan guling dari atas ranjang, serta sebuah selimut dari dalam lemari.

Saat Zain berbalik, Aliya tiba-tiba sudah berada di hadapannya menghalangi jalannya.
“Kau mau tidur dimana?” Tanya Aliya merasa bersalah.

Lagi.. Zain tetap membisu, ia meneruskan langkahnya menerobos Aliya lalu mengambil posisi tidur di sofa.

“Kau… kenapa kau tidur di sofa?” Aliya tak menyerah dengan terus bertanya.
Dan akhirnya Zain pun bersuara
“Sudah, jangan banyak bicara! Aku sudah berbaik hati memberikanmu tempat tidur yang layak, jangan sampai aku berubah pikiran,” ketus Zain, lalu menutup tubuhnya dengan selimut, sejujurnya ia masih kesal dengan kejadian tadi, ia tak bisa melupakannya begitu saja, membayangkannya saja sudah membuatnya merasa takut dan ia benci perasaan itu, ia tidak suka dirinya yang lemah dan cengeng.

Aliya pun kali ini memilih diam dan tak bertanya lagi, ia cukup senang dengan perlakuan baik Zain untuk pertama kalinya, meski ia tidak tega melihatnya.

***
Tepat ketika ia mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, Zain buru-buru menutup matanya dan pura-pura tertidur pulas.

Aliya yang baru keluar dari kamar mandi dan melihat Zain sudah terlelap, malah tersenyum kecil. Perlahan Aliya mendekati sosok itu, ia duduk bersimpuh di sisi pembaringan suaminya.

Ia rapikan selimut yang menutupi tubuh Zain, lalu sesaat Aliya pandangi wajah pulas suaminya itu. Ia terseyum simpul agak geli melihat wajah polos Zain saat tertidur, ia mulai menyukai ekspresi wajah itu karena hanya saat itu tak ada sedikitpun raut keangkuhan, kemarahan, serta kepedihan yang sering ia lihat, saat tertidur wajah Zain sangat polos dan jujur seperti bayi. Tanpa kendalinya, Aliya meletakkan jari jempol dan telunjuknya ke kedua sisi bibir Zain, lalu ia arahkan bibir itu dan membentuk senyum lebar Zain yang tampak pasrah diperlakukan seperti boneka.

“Kau tampak jauh lebih tampan dengan tersenyum seperti ini Zain Abdullah.” Lirih Aliya. Ia lalu menopang dagunya dan terus menatap wajah Zain dengan mata berbinar-binar.

“Maafkan aku… dan terimakasih banyak atas segalanya” mata Aliya mulai berkaca-kaca namun ia memilih untuk tak menangis, ia hanya terlalu bahagia dan terharu melihat perlakuan Zain malam ini padanya. Ayah Usman benar, perlahan tapi pasti Zain pasti akan berubah, dan ia harus bersabar untuk itu.

“Good night, Zain Abdullah” lirih Aliya lalu bangkit dan berjalan menuju tempat tidur, setelah mematikan lampu dan menyisakan keremangan cahaya lampu meja, ia baringkan tubuhnya yang cukup lelah di tempat tidur dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal, lalu mulai memejamkan matanya.

Dan kini giliran Zain yang membuka matanya setelah tadi berpura-pura tidur, kini gilirannya yang memandangi wajah Aliya yang benar-benar tertidur pulas meski dari kejauhan.

Yaa.. tentu saja ia mendengar semuanya, semua yang Aliya ungkapkan tadi, hanya saja ia cukup menyesal, ia tidak  bisa memaafkannya begitu saja, ia masih tidak bisa menghilangkan segala kebenciannya, meskipun sejujurnya ia ikut terluka ketika dirinya menyakiti Aliya, namun tetap saja ia tak bisa, ia tak bisa berdamai dengan masa lalunya, dan mungkin selamanya ia tidak akan pernah bisa melupakannya dan  memaafkan Aliya.

*****
Insadong, Jeongno-go district
Seoul, South Korea.
11.00 am KST

Hari ke dua di Seoul, seharusnya Zain san Aliya memulai Shooting dan pemotretan untuk program mereka, namun rupanya agenda itu ditunda sehari dikarenakan Shooting untuk film spesial valentine belum selesai, mereka pun diberikan kesempatan untuk menikmati bulan madu mereka sehari lagi.

Maka dengan senang hati Aliya kembali meneruskan eksplorasi nya, berkeliling kota Seoul, hari ini ia mengagendakan mengunjungi tempat-tempat wisata lain di Seoul yang belum sempat ia kunjungi kemarin.

Salah satu destinasi wisata yang ia kunjungi adalah pasar Insadong, kawasan ini adalah salah satu surga wisata belanja di Korea Selatan yang menjajakkan berbagai pernak-pernik cindera mata khas Korea dari yang tradisional klasik, hingga yang modern.

Hal yang paling membuat Aliya tertarik untuk mengunjungi pasar ini karena harga barang-barang disana dijual dengan harga terjangkau hingga ia bisa membeli banyak oleh-oleh untuk ia bawa ke India dan ia bagikan ke orang-orang rumah.

Dan lagi-lagi meski awalnya berlagak enggan, tapi pada pada akhirnya Zain kembali mengikuti Aliya, namun kali ini tidak lagi mengintili, meski masih gengsi ia terpaksa harus mengikuti Aliya secara terang-terangan.

How much is it?” Aliya menanyakan harga sebuah boneka kayu yang berbentuk sepasang pengantin dengan pakaian tradisional Korea
“5 ribu Won,” pedagang itu menyebutkan harga dalam bahasa Inggris semampunya sambil memberikn isyarat menggunakan jarinya.
“5ribu Won?? No no… it’s too expensive” Aliya melambaikan tangannya tanda tidak setuju. Sementara Zain yang melihat itu hanya merengut sinis
“4 ribu Won??” Aliya menunjukkan 4 jarinya kepada Ahjussi itu, si penjual menggeleng tak setuju
“Hey… sebenarnya kau ingin beli atau hanya ingin survey harga? Dari tadi kau terus berkeliling menanyakan harga dan tidak satupun barang yang kau beli,” Protes Zain untuk kesekian kalinya.
“Sudah, jangan cerewet.. aku sedang mencari yang paling murah agar bisa membeli banyak,” kata Aliya sambil berpindah ke lapak di sebelahnya lagi yang kini menjual berbagai macam accessoris.

Ia mulai memilah-milah dan mencoba beberapa gelang antik dengan berbagai macam bandul,
“Ck!! Kau tidak cocok memakai gelang seperti itu, kita pulang saja kau juga tidak akan membelinya!” Zain menarik tangan Aliya dan ingin membawanya pergi dari sana, namun Aliya mempertahankan posisinya.
“Siapa bilang aku tidak mau beli?” Kata Aliya mengotot.
“Apa?”
Aliya tak menjawab, ia malah meraih tangan kiri Zain lalu memasangkan sebuah gelang berwarna hitam, dengan bandul sebuah gembok kecil di sana.
“Hey… apa yang kau lakukan?? Kau mau mendadaniku seperti perempuan ya?”
“Ini hadiah pertama yang kuberikan padamu, terima saja, tidak baik menolak pemberian orang”
“Ck! Kau pikir aku mau memakai benda murahan seperti ini?!”
“Pakailah untuk hari ini saja, setelah itu kau bebas melakukan apapun terhadapnya,”
“Aliya Ghulam Haider, kau ini benar-benar…” kalimat Zain terpotong
Ahjumma, I buy this one,  how much?” Tanya Aliya kepada Ahjumma penjaga lapak,
No no!! Couple-yo~couple!” Ahjumma itu menggeleng mengisyaratkan sesuatu yang bermakna tidak, ia lalu menunjukkan satu gelang yang terpajang di sana yang sama persis dengan gelang bandul yang dipakai Zain bedanya jika bandul gelang di tangan Zain adalah berupa gembok, maka gelang itu berbandul kuncinya. Rupanya wanita itu ingin mengatakan jika ingin membeli gelang itu, dia juga harus membeli gelang yang satu lagi, karena gelang itu adalah gelang khusus pasangan, yaa… kebiasaan pasangan di Korea memang memakai barang-barang berpasangan untuk menunjukkan hubungan dan kekompakan mereka kepada semua orang, maka tidak heran di Korea akan banyak sekali ditemui pernak-pernik pasangan seperti gelang, kaus dan benda couple lainnya, sesuatu yang justru tak lazim bagi kebiasaan pasangan di India.

No…  I just buy this one. Aku akan bayar dua kali lipat…” ucap Aliya sambil mengisyaratkan perkataannya dengan memainkan jemarinya, Ahjumma itu pun mengerti dan bersedia menjualnya.

“Ayo kita pergi dari sini! Aku sudah selesai belanja,” kata Aliya sambil melangkahkan kakinya menjauhi lapak accessoris tadi, dan Zain pun masih mengikutinya.
“Apa? Jadi kau jauh-jauh datang ke sini, berkeliling seharian hanya untuk membeli sebuah gelang konyol?!” Protes Zain tak mengerti dengan tingkah Aliya.
“Hmmhh.. habis mau bagaimana lagi? Aku tidak menemukan sesuatu yang cocok. Hanya gelang itu yang cocok untukmu,” jawab Aliya ringan, lalu berjalan cepat mendahului Zain.

Beberapa langkah berjalan menyusuri sepanjang pasar Insadong, Zain menghentikan langkah Aliya dengan menarik lengannya.

“Kenapa kau berikan aku sebuah gelang bandul jelek begini?” Tanya Zain yang penasaran namun tetap mempertahankan gengsinya.
“kalau aku berikan kalung mutiara, apa menurutmu itu masuk akal?”
“Maksudku, kenapa gelang berbentuk gembok? Kau pikir aku ini kotak amal?!”
“Gembok itu menggambarkan dirimu, Zain Abdullah,” kata Aliya serius namun tetap tersenyum takzim.
“Apa?” Zain mulai merasa dipermainkan.
“Gembok itu seperti hatimu yang masih terkunci rapat dan belum bertemu dengan kuncinya, dan hatimu yang sekeras batu itu akan segera terbuka, jika kau sudah menemukan pemilik kunci di hatimu,” Ucapan dalam dan mengena Aliya itu membuat Zain terpaku sesaat. Dalam keterpakuan Zain itu, Aliya pun meneruskan langkahnya beranjak dari hadapannya.

Namsan Hill,
Seoul, South Korea.

Aliya terkekeh tertahan melihat ekspressi tegang Zain saat menaiki kereta gantung menuju menara Namsan, wajahnya tampak pucat pasih setiap kali ia melihat ke bawah kakinya.

Yaa.. Zain memang sedikit phobia akan ketinggian, tidak terlalu parah, hanya saja menaiki kereta gantung dengan ketinggian 237 meter dari permukaan tanah, dengan lantai bening hingga menampakkan seluruh pemandangan di bawah sana merupakan ketinggian yang paling extreme baginya.

“Tertawalah jika kau ingin tertawa, tidak usah sembunyi-sembunyi begitu!!” kesal Zain melihat ejekan tersirat Aliya.
“Hahaha!! Kau juga.. kalau takut ketinggian, bilang saja. Kalau begitu kan kita tidak perlu naik kereta gantung,” ejek Aliya.
“Si.. siapa yang takut? Aku hanya kaget saja,” Zain berusaha mengelak.
“Baiklah baiklah Tuan Abdullah, kita anggap saja begitu”

Aliya sibuk mengamati pemandangan di bawahnya, dari atas kereta gantung ia dapat melihat panorama  hamparan kota Seoul yang menawarkan segala keindahan dan metropolitannya, gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di sepanjang kota, jembatan Banpo yang memancarkan air mancur dengan cahaya pelangi di pinggirannya, serta sungai Han yang melegenda.

Sesaat Zain memandang Aliya dengan ragu, seperti sesuatu mengganjal dalam benaknya.

“Berikan tanganmu,” katanya tiba-tiba
“Apa?” Aliya ingin Zain mengulang perkataannya.
“Cepat berikan tanganmu!”
“aku hanya punya dua tangan Zain, jika kuberikan padamu, aku hanya akan punya satu tangan,” Zain mulai tak sabaran dengan tingkah bertele-tele Aliya.

Ia lalu menarik tangan gadis itu, sambil tangan yang satunya merogoh kantong mantelnya, dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru beludru. Sesaat ia meletakan tangan Aliya di salah satu pahanya dan kedua tangannya membuka kotak kecil itu. Di dalam kotak terdapat sepasang cincin emas, cincin emas itu ia beli tadi ketika Aliya sibuk berkeliling di Insadong.

Zain mengeluarkan cincin yang lebih kecil. Kemudian, Ia raih tangan Aliya dan tanpa permisi ia sematkan cincin itu di jari manis Aliya. Sesaat Aliya bingung, ia amati cincin emas cantik bertahtakan berlian putih berkilau di atasnya.

“A…apa ini Zain?” Tanya Aliya polos.
“Kau tidak pernah melihat benda seperti itu seumur hidupmu ya?” Ketus Zain gengsi, ia hanya ingin memberikannya tanpa harus menjelaskan apapun.
“Iya maksudku cincin ini untuk apa? Mimpi apa kau semalam bisa romantis begini?” Goda Aliya
“Tidak usah besar kepala! gara-gara cincin kemarin kita hampir saja tidur di kantor polisi, aku jadi terpaksa harus membelinya.” Zain gelagapan menjelaskannya tanpa berani melihat mata Aliya.
“Bagaimana pun terimakasih atas segalanya Zain, kau harus tau bahwa aku sangat bahagia menerimanya,” ucap Aliya tulus dan penuh haru, mendengar ucapan itu Zain akhirnya menatap mata Aliya, mata itu kini tampak berkaca-kaca tanda rasa bahagia yang teramat.

Untuk sesaat pandangan mereka saling terpaku satu sama lain, hingga akhirnya Aliya berusaha mengalihkan situasi tak menentu itu, tanpa permisi ia raih kotak cincin dari tangan Zain.
“Hey.. beraninya kau mengambil milikku!” Aliya tak perduli, dia membuka kotak itu lalu memandang sesaat cincin emas di dalamnya.

“Kau membelinya untukmu juga kan?” Tanya Aliya.
“I… itu karena penjual itu bilang, cincin ini khusus dijual sepasang, aku sudah bilang aku hanya ingin membeli satu, tapi dia terus mengotot, jadinya aku tidak bisa membeli satu saja,”
“Cincin pernikahan tak mungkin di pakai hanya satu pihak saja, Zain Abdullah,” Ujar Aliya lalu tanpa permisi ia raih tangan Zain dan menyematkan cincin itu di jari manis suaminya itu.

“Hey, Aliya Ghulam Haider! Kau ini benar-benar tidak punya etika ya?! siapa yang mengizinkanmu menyentuhku juga barang-barangku?!” Zain masih saja bersikap keras, walaupun sebenarnya sikapnya hanya untuk menutupi kegugupannya.

“Aku belajar dari suamiku bagaimana cara berbuat sesuka hati walaupun tanpa izin orang lain,” sindir Aliya sambil tersenyum manis, senyuman yang kerap kali membuat jantung Zain ingin melompat dari rongga dadanya.

“Nahh.. sekarang kita sudah resmi jadi pasangan suami istri di mata dunia!” Seru Aliya seraya mensejajarkan tangannya yang tersemat cincin dengan tangan Zain yang juga mengenakan cincin pasangannya, lalu memotretnya dengan kamera ponselnya.
“Ck! Kau ini gampang sekali ya besar kepala, bermimpilah setinggi langit”

****
Setelah menaiki kereta gantung sejauh 1 kilometer, kini Zain dan Aliya sudah berada di puncak menara Namsan. Menaiki puncak menara Namsan atau biasa disebut N-Seoul Tower berarti kita sudah berada di puncak tertinggi kota Seoul dimana di atas sana kita akan melihat keseluruhan penjuru kota Seoul yang membentang sejauh mata memandang.

Menara Namsan tak hanya menawarkan pemandangan menakjubkan kota Seoul di bawah sana, tapi turun satu lantai dari puncak menara terdapat balkon melingkar  yang di sepanjang pagarnya dipenuhi dengan gelantungan gembok berwarna-warni.

“Woahh!! Aku tidak sedang bermimpi! Aku benar-benar berada di menara namsan!” Aliya berbinar-binar takjub menyaksikan hamparan gembok cinta yang tampak sangat cantik di depan matanya.
“Ck! Kau benar-benar kampungan! Apa bedanya  dengan tali suci yang kita ikatkan di dinding saat kita berdo’a di makam orang suci di India?” Zain kembali berceloteh sinis.

“Csh! Kau ini benar-benar kurang berwawasan ya? Ini namanya gembok cinta, ini adalah lambang cinta sejati, orang-orang yang berkunjung ke sini akan menggantungkan sepasang gembok yang bertuliskan nama mereka dengan orang yang mereka cintai lalu membuang kuncinya sejauh-jauhnya. Mereka percaya bahwa ikatan cinta mereka akan abadi, seperti dua gembok yang tak akan pernah terpisahkan lagi,”  Aliya menjelaskan sambil meraba barisan gembok yang bergelantung cantik di pagar.

Sejenak mereka memandang sepasang muda mudi berperawakan Eropa sedang menggantungkan sepasang gembok cinta mereka lalu bersama-sama membuang kuncinya ke bawah menara. Lalu yang mengejutkan, seakan tak memperdulikan bahwa tempat itu adalah tempat umum, mereka lalu berciuman dengan intimnya.

Aliya yang tak biasa melihat hal tak bermoral itu terang saja kaget dan segera memalingkan wajahnya.
“Apa-apaan mereka itu? Sama sekali tak punya sopan santun! Apa mereka tidak bisa menunggu sampai pulang ke hotel dulu?!” Gerutu Aliya kesal.

Zain hanya terkekeh sinis melihat reaksi berlebihan Aliya, tentu saja sempat menetap di New York dan kehidupannya yang serba glamour membuat ia sudah sangat terbiasa melihat pemandangan yang tak berarti apa-apa itu.

“heuuh! Bilang saja kau iri. di usia segini kau bahkan pasti tidak pernah dicium oleh seorang pria, iya kan?” ejekan Zain membuat Aliya geram.
“Csh! Kenapa juga aku harus melakukan hal tidak senonoh itu? Tidak ada hal yang membanggakan dari hal bodoh seperti itu!” Cetus Aliya lalu sejenak berlalu pergi.

Ia kembali dengan membawa sepasang gembok berwarna pink dan biru dan sebuah spidol bertintakan warna emas.

“Ck!! Kau benar-benar membeli benda konyol itu?” Lagi-lagi Zain berucap sinis.
Aliya mengacuhkan ucapan Zain kali ini, ia lalu menuliskan namanya di gembok berwarna pink dan mulai menggambar sesosok gadis bergaun pengantin tampak menghadap ke samping kiri seakan berhadapan dengan seseorang yang tak ia gambar. Gambar itu jika disatukan dengan gembok biru pasangannya, mungkin akan diberi gambar seseorang pula sehingga si gadis di dalam gambar tidak tampak sendirian.

“hmmh… nama siapa ya yang harus ku tulis disini? Ranbeer Kapoor, Brad Pitt?” Aliya menimbang-nimbang bingung harus menulis nama siapa di gembok itu, sebenarnya dia bukannya ingin memajang gembok cinta itu karena dia benar-benar percaya dengan mitosnya, ia hanya ingin merasakan sensasi berlibur ke Korea ala-ala adegan dalam drama dan mengabadikan namanya di jembatan cinta.

“Ck! Gadis ini, benar-benar hobby sekali mengkhayal!” Zain masih saja menggerutu, lalu tiba-tiba merampas spidol dan gembok dari tangan Aliya,

“Hey.. kenapa kau merampasnya? Apa yang akan kau lakukan?!” Tanya Aliya panik, takut Zain akan membuangnya.
“Zain Abdullah…” Zain tak peduli, ia lalu menggoreskan tinta spidol ke gembok berwarna biru, dengan bakat menggambar seadanya, ia menggambar seorang pria yang menghadap sebelah kanan seolah ia sedang menghadap pengantin wanitanya.
“Hey? Apa yang kau lakukan? Itu gembokku!!” Pekik Aliya tak terima.

“Daripada kau terus hidup dalam negeri dongeng bersama pangeran antah berantahmu itu, lebih baik aku menulis sesuatu yang nyata saja, lagi pula ini kan yang kau inginkan?” cetus Zain
“Apa?!” Aliya mulai kesal. Zain hanya tersenyum licik ke arahnya.

Ia lalu menggantungkan kedua gembok yang saling bertaut itu, sesaat dengan memasang senyum liciknya ia memamerkan kunci kecil gembok yang rampas dari tangan Aliya.

“Hey.. mau kau apakan kunci itu?!” Aliya berusaha mencegah, namun Zain dengan sengaja membuang kunci itu dengan segenap tenaganya seperti melempar sebuah lembing hingga kunci itu melayang sangat jauh entah jatuh kemana.

“Kau!!” Kesal Aliya.
“Hehe… sudah jatuh sayang, tidak akan ada yang bisa menemukan kunci itu lagi, kita tidak akan pernah bisa terpisahkan lagi Sayang, cinta kita akan abadi selamanya,” ejek Zain membuat Aliya geram seakan Zain sudah menghancurkan segala harapannya.

Namun tiba-tiba Zain menarik kedua pinggul aliya lalu mendekapnya erat.
“Zain Abdullah, apa lagi yang ingin kau lakukan sekarang?” Aliya menggeliat mencoba untuk melepaskan dirinya dari dekapan Zain.
“Mewujudkan impianmu, Sayang,” ucap Zain berbisik, membuat Aliya mulai merinding, perasaannya mulai tidak enak.

“Ayo kita lengkapi saja prosesinya” lirih Zain lagi
“Pro-prosesi apa?” Aliya mulai panik, apalagi sekarang yang akan dilakukan Zain padanya??

“Seperti pasangan tadi, prosesi setelah membuang kunci”
“A-Apa maksudmu?” Melihat ekspresi panik Aliya, Zain malah semakin berhasrat, ia semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Aliya
“Masa kau tidak tau? Kissing… kau suka itu kan?” Bisiknya lembut, membuat Aliya kaget setengah mati,

Zain lalu menekan tengkuk Aliya dan ia terus memperkecil jarak antara wajah mereka. Namun Aliya mencoba untuk menolak, buru-buru ia menutup mulutnya untuk melindungi bibirnya dari lahapan Zain.

“Aku tidak akan membiarkan kau memanfaatkan aku lagi Zain Abdullah! sampai mati pun aku tidak akan pernah melakukan hal tidak senonoh itu di hadapan banyak orang,” ucap Aliya dibalik telapak tangannya.
“Jadi kau tidak mau orang-orang melihatnya?” Tanya Zain
“Tentu saja tidak!! Kau pikir aku ini kucing liar yang berbuat mesum di sembarang tempat?”
“Bagaimana kalau tidak ada yang melihat?!”
“A.. Apa?!” Aliya terus menanyakan pertanyaan retorik itu.

Zain tiba-tiba membuka mantelnya dan menyisakan baju kaus tipisnya, meski di tengah udara yang dingin.

“Kau.. Apa kau sudah gila? Kau bisa mati kedinginan!!” ucap Aliya terbata karena panik. Lalu tanpa disangka, Zain menarik Aliya ke dekapannya dan menutupi kepala mereka dengan mantel hitamnya.

“Sekarang tidak akan ada yang melihat kita” bisiknya lembut, selembut beledu yang memabukkan seraya menatap Aliya dengan tatapan penuh pesona.

“Kau gila Zain!!” Maki Aliya, namun Zain malah semakin menampakkan kegilaannya dengan menyentuh tangan Aliya yang menutupi mulutnya, lalu dengan lembut ia turunkan tangan itu ke sisi tubuhnya, hingga tak lagi menutupi bibir gadis itu.

🎵Saawan Aaya Hai, is playing🎶
Aliya yang mulai terpesona akan sihir tatapan Zain seakan pasrah ketika Zain membuka bekapan tangannya dan tak lagi mempertahankan bibirnya.

Lalu pelan-pelan, perlahan tapi pasti, seperti sebuah adegan slow motion dalam film, Zain terus mendekatkan wajahnya dan memperkecil jarak mereka hingga tak lagi berjarak.

Bibir Zain mendarat lembut di bibir Aliya, awalnya Aliya kaget dan Zain dapat merasakan sentakan sesaat itu, sejenak Ia menekan tengkuk Aliya hingga dirasakannya Aliya akhirnya menerima perlakuannya, gadis itu pun memejamkan matanya, seakan menikmati jalannya permainan.

Ia terus memperdalam ciuman itu seperti seekor kumbang merengguk madunya. Untuk sesaat yang indah, dunia terasa seakan berhenti berputar tenggelam dalam buaian cinta itu, untuk beberapa detik yang manis, mereka lupa akan segalanya. Dan seakan sudah mahir dengan pengajaran yang diberikan Zain, Aliya melingkarkan kedua lengannya di leher Zain sementara kedua tangan Zain memeluk erat pinggul Aliya hingga terus memperkecil jarak itu.
~the song end~

Sepersekian detik yang melenakan dan memabukkan, Zain menyudahi sendiri apa yang sudah ia mulai, perlahan ia melepaskan ciuman itu, ia lalu melepaskan dekapannya dan secara otomatis kedua lengan Aliya yang tadinya melingkar di lehernya pun menurun ke sisi tubuh Aliya.

Zain lalu membuka mantel yang melindungi kepala mereka, sambil kembali mengenakan mantelnya, pandangannya terus tertuju ke mata Aliya, ia lalu tersenyum manis dan lembut hingga membuat Aliya merasa mulai gila.

“Bagaimana? Kau menyukainya kan?!” Ucap Zain kemudian dan sontak membuyarkan keterlenaan Aliya.
“A… apa yang kau lakukan?!” Aliya kelimpungan, wajahnya merah padam karena malu luar biasa, Zain kembali tersenyum manis, ia gandeng tangan Aliya, lalu berkata.
“Di sini mulai dingin, aku bisa mati kedinginan, kita pergi sekarang,” ucap Zain lalu menarik tangan Aliya dan menuntunnya pergi dari jembatan gembok cinta itu.

Kali ini mereka turun dari Namsan Tower dengan menggunakan lif yang bahkan juga terlihat cantik dengan langit-langit yang bercorak seperti awan dan seakan membawa sensasi kita sedang turun dari langit. Keluar dari lif, Zain kembali mengejutkan Aliya dengan menggandeng mesra tangannya, mereka sudah tampak seperti pasangan yang saling mencintai.

Diam-diam Aliya memandangi tangan mereka yang saling bertaut lalu beralih ke wajah Zain yang menatap lurus ke depan seperti tak terjadi apa-apa.

Tidak sampai disitu wisata yang ditawarkan Namsan tower, di lantai bagian bawah terdapat lapak-lapak yang menjual pernak-pernik bertema teddy bear serta museum teddy bear dengan berbagai pose dan karakter lucu yang konon merupakan lokasi shooting drama Korea populer ‘Princess Hour’.

Zain berhenti di sebuah lapak yang menjual berbagai pernak-pernik teddy bear, ia pun mulai memilah-milah boneka yang paling cocok untuk Aliya.

“Kau suka yang mana?” Tanya Zain kepada Aliya, dia bahkan tidak bilang kalau dia akan membelikan itu untuk Aliya.

Sesaat Aliya memilah-milah, lalu pilihannya pun jatuh kepada teddy bear yang menggunakan gaun pengantin.

“Berapa harganya, Pak?” Tanya Zain kepada si penjaga lapak.
“15 ribu Won” Ahjussi itu memainkan jemarinya.
“15 ribu Won? Mahal sekali! Apa jangan-jangan karena kita turis jadi mereka menipu kita?! di Insadong bahkan ini 50 persennya, sudah! Tidak usah beli,” Aliya berniat untuk pergi, namun lagi-lagi Zain menarik tangannya kembali.

“Yang akan membelinya kan aku, kenapa kau yang bermasalah?”
“Ehh, tapi itu..”
“Sudahlah, yang penting pacarku senang aku memberikan hadiah spesial ini,” ucap Zain tersenyum kecil
“Ohh.. begitu? Tapi dia juga pasti akan kaget kalau tau harganya,” ucap Aliya tampak sedikit kecewa.
“Pacarku tidak pelit sepertimu,” ucap Zain lagi dan kali ini Aliya tidak membalas.

Setelah membeli boneka, mereka kembali meneruskan langkah, Aliya masih saja terkejut ketika Zain menautkan tangan mereka lalu menggandengnya sambil berjalan bersisian dan seperti biasa Zain tampak biasa saja seakan tak melakukan apapun.

Mendekati pintu keluar, mereka terkejut ketika dari arah pintu, seseorang memanggil nama Zain. Dan tampaklah seorang gadis bermantel bulu berwarna krem berjalan mendekati mereka, dan itu adalah Tridha Chaudhury.

Reflek entah karena terkejut ataupun gengsi, Zain melepas genggaman tangannya dengan Aliya. Tridha tiba-tiba menghambur memeluk Zain ketika sampai di hadapannya, tentu saja Zain maupun Aliya terkejut dengan perlakuan Tridha itu.

“Sedang apa kau disini? Maksudku, bagaimana kau bisa disini?” Tanya Zain masih kaget setelah melepaskan pelukan Tridha dengan halus.

Tridha lalu tersenyum kemudian mengulurkan tangannya ke arah Zain tanda bersalaman, Zain dengan ragu menyambutnya.
“Perkenalkan, aku Tridha Chaudhury. Designer baru khusus untuk program ‘Rabne Bana Di Jodhi, Beintehaa Mohabbat’,” ucap Tridha kemudian dengan bangganya.
“kau…” Zain masih tidak percaya, namun Tridha mengangguk penuh keyakinan.
“Aku tiba sejak tadi pagi bersama rombongan pemenang lomba, kami juga berada dalam satu hotel denganmu, tapi aku tidak menemukanmu, aku mulai bosan berdiam diri di hotel jadi aku memutuskan untuk mencarimu, dan firasatku tidak meleset! aku benar-benar menemukanmu disini,” jelas Tridha panjang lebar.

Sejurus kemudian Tridha akhirnya menggubris keberadaan Aliya.
“Oh.. Hai Aliya Ji, kita bertemu lagi, apa kabar?” Sapa Tridha berlagak ramah
“Aku baik-baik saja Tridha Ji, bagaimana perjalananmu? Kau pasti lelah,” ucap Aliya lembut
“Tidak.. aku sudah terbiasa bepergian ke luar negeri seperti ini, jadi tidak terlalu lelah. Kak Zain! Kebetulan kita di N-Seoul Tower, bagaimana kalau kita ke atas saja? di atas ada pemandangan indah dan di atas ada jembatan gembok cinta yang romantis,” Tridha berusaha mengajak Zain dengan menarik tangannya, namun Zain segera menolaknya dengan halus.

“Tidak Tri.. aku tadi sudah dari atas, dan sama sekali tidak ada yang menarik, aku malah kedinginan hingga rasanya telingaku harus diamputasi,” ucap Zain berlebihan.
“Yahh.. sayang sekali padahal aku sangat menyukainya,” Tridha tampak kecewa.

“Aku lapar Kak Zain, bagaimana kalau kita cari makan saja? Aku tau tempat yang enak yang pasti akan kau sukai, ayo!” Tridha dengan ceria memeluk tangan kanan Zain dan menggiringny ke suatu tempat hingga Zain pun tak bisa menolak.

Aliya yang merasa tak enak hati karena merasa tak diajak tadinya ingin menetap dan tidak ingin ikut, namun sesaat Zain menarik tangannya pertanda ia ingin Aliya ikut bersamanya walaupun pada akhirnya ia melepaskannya dan akhirnya Aliya pun ikut bersama mereka.

Tridha mengajak Zain dan Aliya makan di sebuah kedai Naengmyeon favoritnya. Naengmyeon adalah makanan khas musim dingin di korea berupa bihun berkuah dengan telur rebus dan potongan acar di atasnya yang disajikan hangat.

Zain tampak lahap menyantapnya menandakan bahwa ia benar-benar menyukainya atau mungkin benar-benar lapar.
“Kau benar-benar menyukainya ya?” Tanya Tridha
“Yahh.. ini benar-benar enak! Aku pikir semua makanan di Korea itu menyeramkan dan tidak bisa dimakan,” Zain melirik Aliya bermaksud menyindir, terkait tragedi gurita hidup itu.

“Haha.. ini sudah yang ke tiga kalinya aku berlibur ke Korea, jadi aku cukup tau seluk beluk kota ini dan makanan enak yang recomended disini,” ujar Tridha
“Baguslah kalau begitu, jadi aku tidak akan luntang-lantung tanpa arah seperti orang gila lagi,” Zain masih menyindir Aliya, namun Aliya memilih untuk diam saja, sekarang dia merasa hanya menjadi obat nyamuk di antara Zain dan Tridha.

“Baiklah Kak Zain, aku siap jadi tour guidemu selama di Korea,” kata Tridha tersenyum,
“Kak Zain, apa itu yang kau pegang? Boneka Teddy Bear? Kau ingin memberikannya untuk seseorang?” Tanya Tridha mengacu kepada Boneka Teddy Bear yang baru saja dibeli Zain.
“Ahh tidak! Aku hanya iseng membelinya karena terlihat lucu,” bohong Zain.
“Boneka itu tidak cocok untuk Kak Zain, itu hanya cocok untuk perempuan, Kalau begitu berikan padaku saja ya! aku sedang mengoleksi boneka beruang,” Tridha merenggut boneka berpakaian pengantin itu dari tangan Zain, ia menatap boneka itu dengan tatapan berbinar-binar.

“Ehh… Tridha, jangan ambil yang itu, aku akan memberikan yang lebih bagus dari itu untukmu,” ucap Zain hati-hati lalu mengambil kembali boneka itu dari tangan Tridha. Sejenak Tridha tampak kecewa namun dia berusaha untuk kembali ceria.

“Kak Zain janji ya? nanti akan membelikan aku boneka teddy bear yang lebih bagus,” pinta Tridha manja
“Ohh.. pasti!! Kau boleh memilih model manapun yang kau suka,” Zain tersenyum lebar tampak dipaksakan, sedikit lega ia berhasil mengatasi Tridha dengan keinginannya itu.

****
Sesampainya di hotel Aliya tampak kikuk ketika memunguti pakaian Zain yang diletakkannya begitu saja di atas tempat tidur dan lantai.

Saat ia berjalan, Zain tiba-tiba menghalangi jalannya. Zain lalu memberikan boneka teddy bear yang sejak tadi ia genggam.

“Ini untukmu…” ucap Zain kemudian
“Kenapa kau berikan padaku? Bukannya kau ingin memberikannya pada pacarmu?” Ketus Aliya
“Pacarku ternyata tidak suka Teddy Bear, dia lebih suka Winnie The Pooh. Jadi daripada terbuang begitu saja, lebih baik aku berikan kepada orang yang lebih membutuhkan,”
“Aku tidak butuh… kau berikan saja kepada Tridha Ji bukankah ia menginginkannya?” Aliya mencoba menghindari kontak mata dengan Zain, dan Zain terlalu berpengalaman dalam mengenali gelagat wanita, ia tentu langsung menyadari bahwa Aliya pasti sedang mengambek padanya.

Aliya berusaha beranjak dari hadapnnya, namun Zain menghalanginya, menawannya dengan menarik tangannya dan memelintirnya ke belakang.
“Kau cemburu kan??” Bisik Zain tepat di wajah Aliya
“Tidak! Sama sekali tidak!” Elak Aliya
“kau bohong! tampak jelas sekali di matamu kalau kau sedang cemburu buta, kau cemburu pada Tridha dan semua gadis yang bersamaku,” ucap Zain lagi
“Heeuhh! Virus syndrome narsis mu itu benar-benar sudah menjalar ke seluruh jaringan di tubuhmu, Zain Abdullah. untuk apa aku cemburu?!” Aliya membantah keras.
“Karena kau mulai mencintaiku, Aliya,” bisik Zain membuat Aliya tersentak dan sesaat membeku di tempatnya berdiri. Zain mulai melancarkan godaannya dengan membelai wajah Aliya. Gadis itu hanya memejamkan matanya pasrah menahan asa.

Namun tiba-tiba sebuah deringan membuyarkan segalanya. Ponsel Aliya yang berada di atas meja lampu berdering berkali-kali. Dan sempat berada dalam situasi kikuk, Aliya segera beranjak dan meraih ponselnya. Tampak di layar nomor tak dikenal, tapi ia tau itu kode nomor dari India.

“Hallo..” ucap Aliya cepat setelah mengangkatnya.
“Hai Aliya, bagaimana liburamu di Korea?” Tanya suara seorang pria di seberang sana.
“Siapa ini?!” Tanya Aliya bingung, tiba-tiba ada orang asing menelepon dan langsung tau keberadaanya.

Sekilas Aliya membuang padangan ke arah Zain, wajah Zain kini tampak mulai curiga.
“aku…? aku adalah takdirmu” ucap pria itu santai
“Heuhh?!” Aliya semakin bingung.
“Haha, ini Karan..”
“Apa? Karan?!” Aliya kembali melihat ke arah Zain sejenak sementara mata Zain terbelalak mendengar nama itu disebut Aliya.

“Ka.. Karan siapa ya? Maaf aku tidak kenal dengan seseorang yang bernama Karan,” Aliya berpura-pura.
Ia lalu berjalan ke arah balkon seakan tak ingin percakapannya didengar oleh Zain.

Namun diam-diam karena penasaran Zain menguping pembicaraan mereka.
“Haruskah aku memberikan sebuah tanda mata padamu agar kau selalu mengingatku, Nona Aliya Ghulam Haider?” Tanya Karan lagi.

“Maaf Aku memang sangat mudah melupakan seseorang, apalagi jika orang itu tidak penting!” Ketus Aliya
“Benarkah?! Baiklah, mungkin sekarang aku tidak penting untuk diingat, tapi sebentar lagi, aku akan menjadi orang penting dalam hidupmu yang tidak akan pernah kau lupakan,” Aliya yang tidak tahan lagi mendengar ocehan gila pria itu dan langsung saja memutuskan pembicaraan mereka.

“Ck! jika Zain saat ini sedang tidak bersamaku, pasti aku sudah mengira bahwa dia adalah Zain, ucapan narsis tingkat akutnya benar-benar setara” Gerutu Aliya kesal. Ia lalu berbalik masuk kamar, sementa Zain yang panik takut kedapatan sedang menguping buru-buru berbaring di sofa dan tidur.

Aliya yang baru muncul melihat suaminya tidur begitu saja. Dengan cekatan mengambilkan selimut dan bantal. Ia angkat sedikit kepala Zain yang tampak tertidur pulas lalu menaruh bantal di bawah kepalanya, kemudian ia menghampar selimut tebal di atas tubuh Zain.

Good night, Zain Abdullah” Bisik Aliya kemudian, lalu mematikan lampu kamar dan menyisakan keremangan lampu meja.

Sementara itu…

Bandara Internasional Chhatrapati Shivaji, Mumbai, India.

Bhai Aku masih bingung padamu, waktu itu kau bersikeras menolak tawaran mengisi Sound track untuk film yang digarap fortune production, tapi kenapa sekarang kau bersedia?” Sang manajer menggeleng heran menatap Karan yang sedang asik menekan-nekan layar tab nya sambil menunggu pemberangkatanny hang sekitar 5 menit lagi.
“Tidak apa-apa aku ingin saja jalan-jalan ke Korea, apa itu salah?” ujar Karan santai, lalu tersenyum memandangi poto Aliya di layar Tab nya.

“Sampai bertemu lagi, Aliya” ucapnya sambil tersenyum sumringah sendiri.

*****
Keesokan Harinya,

Insadong Market,
Seoul, South Korea

Sore nanti rombongan program valentine akan berangkat ke pulau Nami, mereka diberikan kesempataun untuk jalan-jalan di Seoul terlebih dahulu di pagi harinya, karena setelah dari Pulau Nami rombongan akan langsung pulang ke India, jadi bagi yang ingin membeli oleh-oleh dan berjalan-jalan di Seoul bisa mereka lakukan di waktu pagi hingga siang.

Tridha minta ditemani berkeliling tempat-tempat wisata dimana ia bisa berbelanja pernak-pernik di Seoul yang bisa dijadikan oleh-oleh. Dan kini Zain yang seakan bertanggung jawab untuk menemani putri satu-satunya pemilik C&C Enterteinment itu.

Tak ketinggalan juga Aliya harus ikut karena Tridha tampak tak enak hati jika hanya mengajak Zain, itu terlalu kentara, jadi dengan terpaksa ia pun harus mengajak gadis yang dianggapnya mulai jadi pesaing beratnya itu.

Namun mengajak Aliya benar-benar jelas hanya formalitasnya, karena nyatanya tak pernah ia beri kesempatan untuk Aliya berdekatan dengan Zain, ia terus menggandeng Zain kemanapun seperti takut Zain akan terlepas dan meninggalkan Aliya di belakang.

“Kak Zain bagaimana menurutmu? Bagus tidak aku pakai ini?” Tanya Tridha menunjukkan dua buah gelang giog berwarna hijau di pergelangan tangannya. Mereka sedang berbelanja di lapak accessoris yang sama dengan tempat Zain dan Aliya membeli gelang kemarin.

“Bagus! Semua yang kau pakai akan selalu terlihat bagus,” Zain memuji sekenanya.
“Kalau begitu, aku akan membeli yang ini saja. Ahjussi, I buy this one” ucap Tridha kepada si pedagang tanpa basa basi.

Zain melirik Aliya yang sibuk menawar barang dengan pedagang souvenir di lapak sebelah. Ia tersenyum sinis, Aliya dan Tridha benar-benar dua gadis yang berbeda, bahkan dalam hal berbelanja. Yang satunya sibuk menawarkan barang dengan harga serendah-rendahnya, sementara yang satu lagi langsung membeli bahkan tanpa memikirkan berapapun harga barang yang akan ia beli.

“Kak Zain… tumben sekali kau memakai gelang,” ucap Tridha ketika tanpa sengaja ia menemukan gelang berbandul yang dipakai Zain. Mendengar itu dari seberang sana, Aliya menoleh sesaat.

“Ahaha.. tidak apa-apa. Kemarin seseorang ingin bunuh diri jika aku tak membeli gelangnya,” bohong Zain sekenanya seraya menyembunyikan gelang itu di balik lengan mantelnya.

Namun selain menemukan kebiasaan berbeda Zain yang tiba-tiba memakai gelang, Tridha kembali menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Salah satu gelang yang terpajang di lapak itu mirip dengan gelang yang dipakai Zain.

“Kak Zain, apa kau membeli gelang itu disini? Sepertinya gelang itu memiliki pasangan?” Tanya Tridha penasaran.
“Ahaha.. tentu saja tidak! gelang murahan seperti ini banyak dijual dimana-mana,”
“Kalau begitu aku beli saja yang satu lagi biar gelang kita kompak,” Tridha tampak begitu bersemangat ingin membeli gelang itu namun Zain segera mencegahnya.

“Ahh.. tidak usah, gelang murahan seperti itu tidak cocok untukmu, kulitmu bisa gatal-gatal jika memakainya, akan kuberikan gelang yang lebih bagus dari itu,” Zain menggiring Tridha ke lapak yang lainnya untuk mengalihkan keinginan Tridha.

Sementara masih di belakang sana, Aliya yang diacuhkan dan hanya bertindak sebagai cameo di antara Zain dan Tridha kini berpindah ke lapak tempat Tridha dan Zain tadi membeli gelang untuk beberapa saat.

Sejenak ia mengamati dan menyentuh gelang pasangan berbandul kunci yang kini tanpa pasangan itu dengan tatapan berbinar-binar, lalu ia memilih untuk tidak membeli apapun dan beralih ke lapak di seberangnya, dan pemandangan itu sempat diperhatikan oleh Zain dalam kediamannya.

Sementara Tridha kembali disibukkan memilih pernak-pernik di sebuah lapak dan Aliya di lapak lainnya, diam-diam ia kembali ke lapak penjual accessoris tadi dan cepat-cepat membeli gelang itu tanpa sepengetahuan kedua gadis itu.

*****
Nami Island,
South Korea
5.15 PM KST

Sejak kehadiran Tridha, Zain benar-benar renggang dengan Aliya, keberadaan gadis itu membuat situasi di antara mereka berubah jadi kikuk.

Gadis itu terus menempel dimanapun Zain berada dan mau tidak mau Aliya muncul seperti orang ke tiga di antara mereka, karena ia tidak mungkin berjalan sendirian tanpa Zain tapi juga tidak bisa menciptakan moment apapun dengannya, meski itu hanya untuk saling mengejek seperti biasanya. Sesekali Zain hanya menyindir-nyindir Aliya namun Aliya tak bisa menggubris apapun.

Begitu juga saat di kapal feri saat mereka menyeberang ke Pulau Nami, ombak laut yang sedikit besar membuat Tridha mengambil kesempatan dengan terus berlindung di balik tubuh Zain ketika gelombang air laut menghantam kapal dan percikan airnya sampai ke wajah mereka.

Sementara Aliya harus berjuang sendiri menahan hempasan ombak. Lagipula ada atau tidak adanya Tridha pun dia juga tidak akan pernah bermanja-manja di pelukan Zain seperti apa yang Tridha lakukan, para kru bahkan mulai memandang heran bahkan ada yang mulai membicarakan hubungan aneh pimpinan mereka itu.

Sesampainya di Pulau Nami mereka langsung disambut ramah oleh pegawai resort tempat mereka menginap. Hari sudah mulai senja dan mendung, sudah saatnya mereka beristirahat dan esok harinya akan diadakan Shooting.

Dan lagi-lagi kehadiran Tridha seakan menjadi jurang pemisah antara Zain dan Aliya,
“Aliya Ji.. bisakah kau tidur bersamaku saja selama di Pulau Nami?? Aku tidak bisa tidur sendirian di tempat asing, aku tidak akan bisa tidur. Aku juga sudah menyewa kamar dengan dua tempat tidur,” ucap Tridha memelas, tiba-tiba ketika mereka baru akan memasuki kamar masing-masing.
“Kenapa harus Aliya, Tridha Ji? Kau bisa minta yang lain untuk menemanimu,” Zain beralasan, ia tampak tidak rela ia pisah kamar dengan istrinya.
“Aku hanya paling dekat dengan Aliya Ji disini, lagipula rata-rata kru tidur berdua dalam satu kamar, tinggal aku sendirian,” ucap Tridha memperkuat alibinya.
“Tapi Tri…” Zain masih ingin mengotot, namun Aliya segera memotong perkataannya.
“Baiklah Tridha Ji, selama disini kita akan tidur sekamar,” Kata Aliya.
“Terima kasih Aliya Ji.. kau memang baik sekali. Aku tidak perlu khawatir lagi sekarang,” wajah Tridha tampak berbinar-binar girang.

Sesaat kemudian Aliya tampak kebingungan mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari sesuatu, Tridha dan Zain yang melihatnya ikut bingung.
“Aliya Ji, kau sedang mencari apa?” Tanya Tridha
“Cincinku? Dimana cincinku?!” Aliya panik sambil matanya terus mencari-cari
“Cincin apa maksudmu? Jangan bilang cincin pernikahan kita?!” Zain menekankan suaranya.

Sementara Tridha semakin kesal, mereka bahkan sudah punya cincin pernikahan, ia tidak menyangka hubungan mereka akan berkembang sejauh ini.
“Ma.. maafkan aku Zain, itu memang cincin pernikahan kita, a.. aku menghilangkannya,” Aliya tampak ingin menangis
“Aliya Ghulam Haider! Kenapa kau begitu ceroboh?! Kau membuang cincin dariku? Apa karena cincin itu tidak berharga bagimu, jadi kau sengaja membungnya?!” Zain membentak dengan volume suara yang tinggi, dia benar-benar marah sekarang.
“Ma.. maafkan aku Zain, aku.. aku akan mencarinya” Aliya mulai menangis
“Terserah apa maumu sekarang, kau tidak perlu repot-repot mencarinya, mungkin bagimu cincin itu tidaklah penting, begitu juga bagiku, aku tidak peduli lagi!” Tatapan Zain berapi-api, dengan kemarahannya yang memuncak ia pergi dari hadapan Aliya. Dan Tridha cukup senang melihat itu di tengah kekesalannya mengetahui fakta bahwa Zain sangat memperdulikan cincin itu, sementara Aliya hanya bisa menangis sedih dan merasa bersalah.

Di tengah tangis rasa bersalah dan panik Aliya, Tridha tak sengaja menemukan sebuah cincin di atas rerumputan di hadapannya dan di belakang Aliya. Bukannya menunjukkannya dia malah berkata yang sebaliknya,

“Aliya Ji, apakah cincin yang kau maksud adalah cincin emas dengan permata berwarna putih?” Tanya Tridha mulanya.
“I.. iya itu dia!” Jawab Aliya terbata.
“sepertinya tadi aku melihat di lantai kapal ferry tempat kita menyeberang ada sebuah cincin. Tapi aku tidak mengambilnya karena kupikir nanti pemiliknya akan mencarinya sendiri,” terang Tridha berbohong.
“Be.. benarkah kau melihatnya?” Aliya menghapus air matanya sedikit lega seolah mendapatkan pencerahan. Tridha lalu mengangguk yakin. Mengetahui itu segera saja Aliya beranjak pergi tanpa berpikir panjang lagi.

Sementara itu, di pelabuhan seorang pemuda baru saja tiba seakan ingin menjemput seseorang, namun ia mendapati pelabuhan sedang sepi, hanya ada beberapa pekerja galangan dan awak kapal yang sibuk menarik jangkar.

“Permisi Pak, kapal ferry yang berangkat jam 4 sudah datang?” Tanya Karan dengan menggunakan bahasa isyarat yang menurutnya paling bisa dimengerti mereka yang tak mengerti bahasa Inggris.
“Mereka sudah tiba 15 menit yang lalu,” Karan sedikit terkejut ternyata Ahjussi sipit itu bisa berbahasa inggris.
“Terimakasih Pak” Ucap Karan sedikit kecewa.

Hingga beberapa saat kemudian seorang gadis muncul dengan wajah panik dan langsung berbicara kepada Ahjussi itu.

“Tidak bisa Nona, kau tidak bisa ke kapal begitu saja, saat ini kapal tidak dibuka untuk penumpang, di atas sana sangat licin, kau bisa terjatuh jika naik sendiri”
“Tolong Pak, cincinku yang berharga terjatuh di sana, aku harus mengambilnya sekarang juga,” Ucap Aliya terburu, Karan yang memperhatikannya lalu mendekati gadis yang tak lain adalah gadis yang ia nantikan.
“Aduh Nona, aku sudah membersihkan kapal tadi dan tak menemukan apapun di atas sana,” ucap sang awak kapal.
“Tolong Pak, biarkan aku yang mencarinya, aku tidak bisa hidup tanpa cincin itu,”
“Kau benar-benar keras kepala Nona, baiklah kau boleh ke atas, tapi ingat! Kau bukan dalam status penumpang kami, jika terjadi sesuatu hal yang buruk padamu kami tidak akan bertanggung jawab.” Si Ahjussi menyerah
“Terimakasih Pak,” ucap Aliya senang dan langsung beranjak mendekati kapal.
“Aliya Ji? Apa yang kau lakukan?” Tanya Karan menarik lengan Aliya tiba-tiba.
“kau lagi? Kenapa kau selalu berada di mana-mana, apa kau mengikutiku?!” Tanya Aliya
“Yaa… bagaimana kau tau? Aku memang mengikutimu”
“Haha… funny!! Kau benar-benar artis kurang kerjaan, Tapi aku tidak punya waktu untuk melayani pria aneh sepertimu,” ketus Aliya lalu berlalu pergi meninggalkan Karan
“Hey Nona! Apa yang kau lakukan?!” Karan berusaha mencegah Aliya ketika gadis itu nekat menaiki kapan ferry. Namun Aliya tak perduli, dengan nekat ia menapaki tangga masuk kapal yang memang benar sangat licin.
“Nona! Itu berbahaya!” Melihat ucapannya sama sekali tak didengarkan Aliya, Karan pun segera mengikuti Aliya dengan menapaki tangga licin dan sejurus kemudian, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, saat Aliya menapaki lantai kapal, kakinya terpeleset di lantai kapal lalu tubuhnya tergelincir masuk ke dalam air laut yang dinginnya cukup menusuk tulang.

Aliya sama sekali tidak bisa berenang, dan yang lebih tidak menguntungkannya lagi, mantel bulunya yang super berat menenggelamkan tubuhnya menuju dasar laut.

Sementara itu…

Setelah mengalami pergolakan batin, peperangan antara amarah, ego namun kepeduliannya, Zain kembali keluar dari kamar bermaksud untuk menemui Aliya. Namun ia tak menemukan Aliya di tempat itu lagi, baru ia akan menuju kamar Tridha dan menemui Aliya ketika tak sengaja matanya menemukan sebuah benda berkilau di rerumputan di sampingnya.

“Dasar gadis ceroboh!! Ia letakkan dimana matanya? Bisa-bisanya dia tidak menemukan benda berkilau ini di sini?!” Gerutu Zain bermonolog, lalu ia memutuskan untuk mendatangi Aliya di kamar Tridha.

“dimana Aliya?!” Tanya Zain pada Tridha tepat setelah gadis itu membuka pintu kamarnya.
“Dia… dia…” melihat ekspressi takut-takut Tridha, firasat Zain jadi tidak enak.
“Cepat katakan dimana Aliya?!” Zain setengah memaki.
“Dia.. pergi ke kapal untuk mencari cincinnya,” Tridha menggigit bibirnya menyesali ia tidak bisa berkata bohong kali ini karena desakan Zain dan tampangnya yang terlihat menakutkan.

Mendengar keterangan Tridha itu sontak membuat Zain panik luar biasa, entah kenapa dia berfikir sesuatu yang buruk akan terjadi pada Aliya.

Tanpa berfikir panjang lagi, buru-buru ia berlari kencang menuju pelabuhan yang cukup dekat dengan resort tempat mereka menginap dan bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Sementara itu, tak membiarkan Aliya lama mengecap asinnya air laut. Setelah melepas mantel beratnya, Karan memutuskan untuk ikut melompat dan menolong Aliya. Di dalam laut Karan mendapati Aliya sudah pingsan dan mulai pasrah ditenggelamkan oleh berat tubuh dan mantelnya ke dalam dasar laut.

Karan kerahkan segala keahlian menyelamnya lalu segera menarik tangan Aliya, dan setelah berhasil meraih tubuhnya ia lepaskan mantel bulu yang memberatkan tubuhnya.

Sesampainya di daratan dibantu oleh para awak kapal dan para nelayan sekitar, Karan membaringkan tubuh Aliya di atas jembatan pelabuhan.

Melihat Aliya yang tak sadarkan diri karena banyak meminum air laut dan hypotermia oleh dinginnya air laut, orang-orang mulai panik dan meminta karan untuk segera memberikan bantuan.

Sementara Zain tiba dengan nafas tersengal-sengal dan melihat kerumunan orang mengerumuni sesuatu dan entah kenapa firasatnya mengatakan itu ada kaitannya dengan Aliya.

Buru-buru ia berlari memburu kerumunan dan benar saja gadis yang terbaring lemah itu adalah istrinya dan seorang pria sedang menekan-nekan dadanya memberikan pertolongan pertama, dan ia kenal orang itu adalah Karan, yang entah bagaimana ceritanya bisa ada disana.

Ia mulai kesal ketika melihat Karan menyentuh dada istrinya apalagi ketika bermaksud akan memberikan pertolongan pertama.

“Brengsek! Kau apakan istriku?!” Geram Zain sambil menarik kerah baju Karan.
“Hey apa yang kau lakukan?! Gadis itu butuh pertolongan segera, dia butuh nafas buatan,” seseorang yang berbahasa inggris memperingatkan Zain.

Dengan mendorong tubuh Karan, Zain buru-buru memberikan nafas buatan kepada Aliya dengan memasukkan udara ke mulut Aliya melalui mulutnya.

Sesaat dalam keputusasaan melihat Aliya tak bereaksi, akhirnya gadis itu memuncratkan air laut dari mulutnya dan ia pun siuman dari pingsannya. Begitu sadar langsung ia bangkit dan mendudukkan tubuhnya. Dan pandangannya langsung mengarah ke pria kuyup yang menolongnya,

“Karan-Ji, kau tidak apa-apa?! Kau baik-baik saja?!” Aliya terlihat sangat mengkhawatirkan Karan kini. Dan itu membuat Zain tersentak kaget, kenapa Karan? Apa hanya karena ia menolongnya sekali dia langsung jatuh cinta padanya…. ?

To Be Continued

Sampai disini dulu ya Guys, akikah capai!! Maunya lebih panjang, tapi eke merasa terbebani udeh banyak yang demo sana sini😆. Sorry ya Guys, part ini kurang gimanaaa gitu!! Maybe mengecewakan? Yang greget-greget abis ini deh! Mau liat betapa nyebelinnya si Tridhul? mau liat moment-moment gregetnya Karika Couple? mau puas ngeliat Zain Abdullah cembokur setengah mati? atau moment romantisnya Zaya, MP nya?!! Dengan sejuta keindahan pulau Nami yang belum tereksplorasi sempurna. Disini ajah, eke usahain cepet yee. Paling cepet 3 hari paling lambat seminggu. Mau eke kasih syarat gak buat eke cepet ngepost part 8 nya?? Komen dan like yang banyak, karena eke adalah author yang terbiasa ngeliat respon dari pembaca cepat enggaknya. Eke biasanya nunggu 20 komen di Blog dan 130 like di IG baru eke sibuk mikirin ide selanjutnya. Udeh itu aja yang pengen eke sampein.

39 thoughts on “Beintehaa 2, Another Love Story Of Zain & Aliya (Chapter 7)

  1. Thx mbaaa akhirnya permintaan ku terkabul jg..btw kereen bgt mbaa jangan lama lama yaa chapter 8 nyaaa

  2. Gak sabar lihat zain menyatakan cintanya pada aliya…. Ayo zain jangan gengsi. Benci tapi main nyosor tuh bibirnya aliya. Menikmati lagi …. Ayo untuk zaya Lovers pada komen n like supaya cpet dipost part 8nya. Janji lho mbak secepatnya 3hri gak sabar aku

    Sekalian aku mnta doanya ya semuanya bsuk senin. Aku UN cbt sma. Doain ya. Supaya nilaiku bgus. Walaupun lagi UN tapi aku akan nyempetin waktu buat baca part 8nya mbak.

  3. Suka sama ceritanya, sampe ngebayangin wajah, aaliya, zain, karan dan trudul hahahhaha….. Tetep semangat yah bikin kelanjutan ceritanya,

  4. gilaaaaa.. gokiiilll.. keren banget mbak.. aq baca nya smpe deg deg an lho.. sukses banget bikin fanfict nya krna berhasilbikin perasaan pembacanya jdi campur aduk kyak gado gado. keren dah.. lanjutin mbak.. klo bisa jgn putus smpe chapter 10 aja mbak.. hhehhee.. awesoomeee dah..

  5. Yessssss akhir nya cerbung favorit aku muncul juga:D makin seru cerita nya kya nya bakalan ada yg cembokur nieh di part 8 nya wkwkwkkw di tunggu ajah deh part 8 nya jgn lama lama yah kak hehehhe:D

  6. Ceritanya keren.. Gak sabar nunggu part 8.. Jangan lama lama ya mbak.. Ceritanya dipanjangin donk dan bikin lebih greget..

  7. Hadooohh… Lg seru2 baca, mlh to be continued. Buat aje si zain cmburu terus mbaa.. Buat si karan bner2 dket sma aliya. Aku mah ga pduli sma si tri..
    Sukses trus mba..

  8. Wowwwww…keren mbae… bikin baper di malam minggu…ditunggu kisah romantis selanjutnya..sesegera mungkin zain ungkapkan cinta nya mba..sukses selalu buat mba nysa yg syantiiiiiikkk..tikk..tik…

  9. Ya Allah mbak….aq da nulis pjng lebar komentx gagal terkirim😭😫, intinx..siip bgt mbak 👍👍td hampir nangis , ditunggu part 8 x..👌👌

  10. Keren banget!!! Best deh Cerbung ini! Kamu bisa di bilang profesional banget, kalo aku jadi produksi film, aku pasti jadiin kamu sutradara, wah wah… 👍jempol deh… ditunggu ya next nya… aku menunggu 😉

  11. Aduhhh…….udah geregetan sendiri bacanya,kayak ngeliat tv di rumah beneran,menghayati bacaannya gitu😂pas lagi menunggu reaksi zain,eh malah to be continued😱padahal udah gak sabaran banget nih ma chapter selanjutnya,ditunggu secepatnya ya kak nisa,part selanjutnya jangan lupa yang panjaaaannnngggg…..banget chapter selanjutnya(menyiksa penulis😂)tapi motivasi juga,berarti banyak banget yang suka n menantikan cerbung yang satu ini
    Good luck ya kak untuk chapter selanjutnya😘

  12. Ceritanya bikin geregetaannnnn, jangan lama3 chapter 8 nya…udah ga sabar pake.bnggttt niiehhh….!!!

    1. Kerennnnn bangetttt, Top bangettt, Sukaa bangetttt, Romantisssnya di banyakin donx cost lg kangen bangettt ma Zaaya nihhh

  13. bagus 👏👏

    panjang tulisannya,
    tapi berasa singkat ceritanya..

    dari pertengahan hingga akhir terasa greget, keren banget pas klimaks..

    sebagai pembaca jadi merasa kecewa,
    eits maksudnya pas lagi seru serunya kok bersambung sih 😭

    next jangan lama lama donk 😃

    anda berbakat deh jadi penulis 👍👍

    aku sebagai pembaca merasa seperti sedang menonton film, berasa masuk banget dalam tulisannya 😉

  14. Aduuhh keren banget mbk,, ahli bingits bkin crtanya,, smpe” krsa ad disana benran,,
    Kren bnget pkoknya, dtunggu chapter 8 nya ya mbkk,,

  15. Wohohohohoh MANTAF… keren banged deh lu say… mereka sudh mulai sama2 cemburu… aku bru tau ttg korea setelah membaca cerbung kmu….. trus itu si tridul makin buat gedek ajh yah.. gk di reality life.. di cerbung selalu saja ngelesin.. next ya say… gw selalu menunggu seriap chapter yg kamu rilis…
    *ttd Pembaca seriamu hahahha. 🙂 :-D. 😀

  16. suka bangat sm ceritanya kk ditunggu yah kk cerita selanjutnya aku salut bangat sm sm kk cerita gak perna bosan dibaca ulang2 dan selalu bikin orang2 penasaran dngn cerita selanjutnya di tunggu yah kk cerita selanjutnya👌💝💜💗💞😗

  17. Wuuuuiissshh kereeeen tulisannya serasa ikut ada di korea…jd penasaran sm kecemburuan membara abg.zain kepada karan-aaliya 😆😆😆 chapter 7 ini bikin hati ikut deg2an saat ciuman pertama yg terenggut dgn semena-mena itu 😅😅 disisi lain emosi jiwa sama si tridha yg ky jelangkung dtg tak dijemput plg tak diantar 😂😂 dan karan yg tdk diharapkan kehadirannya oleh zain abdullah…segera ditunggu chapter 8 nya yaaa 😉

  18. Wiss,, kak nisa hebat👍bikin aku geregetan ajjh😁 udah gk sabar nihh pngn liat reaksi zain ketika aliya menghawatirkan karan,, yng cepet yahh di next nya, jngn lebih dari 3 hari okeyy,, ditunggu yah kak☺☺

  19. Haha keren banget…hari ini aku baru baca dari chapter 1-7 ,asli ini absurd banget tapi keren! seru! Padahal aku orangnya gasuka baca tapi pas udah baca ini rasanya bikin penasaran pengen tau terus kelanjutannya . Ini lagi baca tapi ga berasa lagi baca tapi kayak lagi nonton serialnya langsung, asli kebawa sama suasananya yg sedih yg kocak sampe yg degdegan juga . Keren keren! *sambil nyembah-nyembah* haha

  20. Mbaa jangan lama lama..inget looh janjimu kalau udh 20 komen di blog trs 130 like di ig nge publishnya tiga harii inget yee jangan lebih..jangan lama lamaa udh gak sbar niih pengen tau kelanjuttanyaa.sukses trs ya mbaak😘

  21. Bagus banget. Ditunggu chapter 8 nya. Udah nggak sabar. Cepetan ya mbak. Beneran lo paling lambat seminggu. Seru….

  22. Mbaaa udh 3 hari niih mana chapter 8 nyaa udh gak sabar bingiitz..Inget loh ya mbaa janjinya…😉

  23. Mbaaa mana chapter 8 ya mbaa?? Eke udh ga sbr..pengen tau kelanjutannyaa..cepetan terbit mbaa. Udh gak sabar..niiieh..Tp gpp lah. Pokoknya dipercepat aja yaa..dan yg lebiih pwaanjhaang..Ok mba! Sukses trs ya mbaa 😍😘

  24. Mbaaa hayati lelah Menunggu semua inii..kapan chapter 8 akan diluncurkan! sungguh sakiit hati hayati inii..Mbaa tolonglah obmba lukaku dgn chapter 8 muu..hayati sudah tak sabaar. Apakah kau tega melihat fansmu seperti ini??!! *Fans?!muehehee modus* mba..hayati ingin kau segera luncurkan chapter 8..Tolong jawab pesan dari hayati inii ya mbaa..mksh mba atas perhatian nya

    1. Belom sayaang. Q gk prnah mnjanjikan 3 hari bakal kelar, aq bilang paling cepet bkan brarti pasti. Sabar aja, mending lama tapi berkualitas dripada celuar tapi gk bagus, cma bakal ngerusak isi cerita

Leave a reply to dartikaa_rao_h Cancel reply